Sunday 26 July 2015

Anda butuh Ratumu, Paduka.

Ratu yang selalu bisa mengejutkanmu dengan senyum manis di pangkal pagi yang sunyi.

Ratu yang bisa memanjakan lidahmu dengan racikkan masakkannya.

Ratu yang mempunyai telapak tangan paling lembut saat engkau hendak dihantarkannya pergi.

Ratu yang memiliki mata untuk engkau berteduh sepulang perjalanan.

Anda butuh Ratumu, Paduka.

Ratu yang setiap engkau pulang, ia berpakaian rapi menunggu di kursi teras
Bahkan saat engkau pulang malam, Ratu itu akan selalu menunggumu walau sudah tertidur.

Ratu yang hanya engkau saja mengerti gerak-geriknya
Walaupun ia diam dan matanya tidak ingin menatapmu karena sedang dilahap emosi.

Ratu yang dapat membuat rumahmu menjadi tempat paling menyenangkan
Karena di rumah itu anda bisa bersantai, menyeruput kopi pagi ditambah gula manis dari yang tercinta.

Yang tercinta ialah Ratumu.
Yang nanti akan menopang mahkotamu setiap hari.

Yang sudah digariskan waktu, walaupun garismu tidak menyentuh titik saya sekalipun.

Karena,
Saya senang berfilosofi dengan rumah.
Hati itu hanya berbeda satu dua jari dengan rumah.

Rumah adalah tempat berlindung yang suasana isinya tergantung dengan penghuni-penghuninya.

Sama seperti hati, benda semu itu juga tempat berlindung bagi roh manusia dan suasananya tergantung pula pada isinya.
Iya, kan?
Bayangkan bagaimana roh-roh bunuh diri masih menghantui dunia nyata dan tersesat?
Karena roh itu lepas dari keteduhan hati ditambah pikirannya.

Hati itu berpondasi agama, beratap ilmu dan berdinding ego.
Jika dinding retak, maka ego itu akan merusak.
Jika atap berlubang, ilmu itu tidak dapat menangkal hujan 'kebodohan'.
Maka jika pondasi rusak, seperti hal yang klise, rumah itu hancur.

Membujuk seorang nenek pindah dari rumah tuanya sama dengan wanita yang dibujuk menghapus wajah prianya dari hati dan pikiran;

Sama-sama sulit,
Karena rumah dan hati adalah satu ruangan yang kenangan bisa berdiam di dalamnya, di bingkai, di celah dinding atau pun di lantai yang sudah mengembung.

Hati seorang yang sudah rusak tidak akan memberi nyaman pada pemiliknya, sama seperti saat satu rumah didatangi perampok.

Betapa ringannya menyamakan rumah dengan hati, karena mereka memang mirip.

Saat rumah itu didirikan pintu utama yang besar, hati pun punya pintu itu pula.
Pintu yang menjadi pembatas agar tamu tidak menyusup masuk tanpa sepengetahuan empunya.
Tetapi, saat rumah itu mempunyai pintu belakang yang tidak terlalu dijaga, maka masuklah seorang itu, sama seperti hati yang disusupi seseorang yang bahkan kita saja tidak tahu bahwa ia akan bertandang.

Rumah yang ditinggali orang baik dan menyenangkan akan membawa suasana hangat seperti lilin-lilin kecil yang meramaikan malam
Sama seperti hati,
Hati yang ditempati orang yang tepat bisa menimbulkan suasana yang mengenakkan, jika sebaliknya, maka rumah itu bisa terbakar oleh api lilinnya sendiri.

Anda akan sedih atau marah bila tamu yang anda biarkan menetap malah merusak rumah anda.
Memudarkan cat tembok anda dan memecahkan ubinnya.
Saat hati memberi kepercayaan untuk seorang tinggal dan ia mematahkan semua percaya itu, anda tahu apa yang anda rasakan.

Perpindahannya pun sama.
Saat anda bosan dengan rumah yang lama, atau rumah itu sudah tidak terasa baru dan layak ditinggal, anda akan mencari, berkeliling pada setiap rumah dan akhirnya akan menemukan rumah yang cocok dengan anda.

Hati yang sudah rusak dan tidak nyaman ditinggali pun begitu, anda akan berangkat, bersusah payah membawa barang kenangan lalu mencari pada setiap sudut, apakah anda akan menemukan hati baru?

Itu mengapa saya selalu meminta anda untuk tidak mengunci saya di rumah ini,
Saat aromanya telah memburuk, terbakar api di dalamnya,
Saat temboknya hanya menimbulkan siluet anda,
Juga alasnya bekas jejak yang anda tancapkan,
Saya ingin keluar dari rumah ini,
Rumah kita berdua yang saya kira masih kokoh,
Saya ingin mencari hati baru.

Friday 24 July 2015

Saya menulis setiap kata sedih dan merindu di sini bukan untuk meminta kasihan dari objeknya.

Tulisan ini bukan hanya untuk anda, tulisan ini saya buat untuk semua yang membaca dan bagi orang-orang yang mungkin punya rasa yang sama seperti apa yang saya tulis.

Anda tidak bisa marah pada saya karena tulisan-tulisan ini.
Sama saja seperti anda marah kepada seseorang yang selalu duduk karena dia lumpuh.
Kemana saya harus bebas bercerita selain pada tulisan saya sendiri?
Tidak mungkin saya bercerita pada anda tentang meringis merindukan anda, berbahagia saat anda menyapa saya bahkan cemburu saat anda menatapnya.

Karena saya belum butuh respon, saya cuma butuh pikiran saya diluberkan.
Sama seperti orang depresi yang membanting-banting barang, saya butuh mengeluarkan emosi agar saya tidak sakit atau gila.

Tulisan ini bukan hanya untuk anda, lalu mengapa anda mengeluarkan surat protes kemudian berlari meninggalkan saya?
Pintu itu sudah anda tutup lagi, saya terkunci di rumah saya sendiri.

Maka leluasakanlah saya dengan pena dan kertas, saya bisa merangkai kalimat tentang anda sampai setiap huruf berubah bentuk menjadi wajahmu.

Maka lemparkanlah saya dengan pena dan kertas, saya bisa membayangkan wajahmu lalu menggambarnya, sampai setiap garis terukir kata yang ingin saya sampaikan.

Untuk apa anda melempari roti kepada saya?
Karena katanya, "Jika seorang yang patah hati dilempar ke dalam segudang roti, ia akan mati kelaparan."

Saya hanya butuh kunci pintu jati saya yang ada di tangan anda agar saya bisa berpindah dari rumah yang sudah bobrok ini.

Setiap terbit dan terbenamnya matahari, saya selalu dibisikkan setan dan malaikat tentang betapa meruginya saya atau bersyukurnya saya terhadap apa yang saya lalui dengan anda.

Maka, saya mohon jangan anda melarang saya menulis.
Bukankah mempunyai hubungan dengan penulis itu menyenangkan dan didambakan, huh?

"Jatuh cintalah kepada penulis,
Maka kisahmu akan hidup selamanya"

Lalu, bolehkah saya menulis lagi tentang semua di sini?

Tuesday 14 July 2015

Mungkin saya hanya uap teh yang menempel di gelas anda.

Uap yang berusaha menghangatkan teh untuk anda minum, tetapi anda tidak pernah melihat, bahkan berterimakasih.

Apa yang saya lakukan?
Berangan-angan bahwa kebetulan itu akan selalu nyata?
Seperti anjing yang mengejar ekornya sendiri, saya hanya diam di tempat, tetapi saya lelah.

Ia pula mungkin terlihat seperti gelas polkadot kesayangan anda yang anda sendiri tidak ingin mengakui bahwa benda itu hal paling favorit.

Pada kesalahan paling buruk, mungkin saya baru menyadari sekarang.
Atau ini memang permainan pikiran tentang waspada?
Entah kenapa, saya yakin ia pula lebih favorit daripada saya.

Bahkan saat anda disuguhkan dua nama, dua wajah, dan dua peran yang berbeda, anda berpikir keras.
Anda menimbang-nimbang.
Dan anda menyebutkan namanya, ia yang ibaratnya gelas kesayangan anda.

Waktu itu, saya pulang dengan isi pusat dada yang hilang, seakan runtuh, bahkan saya masih bisa merasakannya.
Saya terus menyalahkan bayangan anda dalam perjalanan pulang.

Mengapa anda tidak menyebut nama saya yang selalu ada untuk anda?
Mengapa harus dia?

Uap teh memang selalu berdampingan dengan gelasnya, tetapi apa yang membuat satu uap menarik?

Dan ternyata, walaupun bukan tertuju bulat-bulat kepadanya, saya hanya ingin, saya terlihat.
Bukan terlihat karena saya selalu ada di sampingnya.

Saya akan terlihat gila untuk mengakuinya, malah akan terlihat tidak berotak dan berakal, tetapi, Ia memang api saya dari awal.
Bahkan tidak hanya untuk anda,
Ia api saya untuk segala yang hadir di setiap lini waktu milik saya.
Tapi, bagaimana lagi?
Saya pasti kalah.

 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff