Wednesday 26 December 2012

Saat aku membuka media sosial itu, aku membuka kolom cerita pertama, yang paling atas. Aku kira, itu balasan, ternyata tidak. 1 kode pun tidak ada. Dikasih kode huruf saja tidak terbalas apalagi kode morse? .._.___...
Hem.. Tapi tidak terbalas juga tak apa. Jika memang kamu sudah thu dan ingin pura-pura tidak tahu, mau apalagi? Mendobrak pintu rumahmu? Tidak. Itu idiot, dan aku tidak seidiot itu.

Sunday 23 December 2012

Aku menunggu datangnya 2013, berharap di tahun itu keadaan membaik dengan sebaik-baiknya. Tanggalanku hanya tersisa 8 lembar, 8 hari lagi terompet - terompet dan hitungan mundur akan terdengar dimana-mana. Dan bisa dibilang aku antusias menyambut 2013 tentunya dengan setumpuk harapan.
2012 itu hanya penyakit. Mulai dari lost contact denganmu, sahabat-sahabat yang berubah, entahlah aku harap semuanya pergi.
2013, aku menunggumu dan jadilah tahun yang mnyenangkan seperti 2011!

Thursday 20 December 2012

Kenapa? Kenapa dibilang surat kematian pelajar?
Karena rapor berupa surat dan ialah yang menentukan apakah kita akan masuk 'surga' atau 'neraka'.
Hasil di 'surat' ini yang menjadi amalan-amalan positif atau negatifnya kita. Kalo banyakan negatif, okehhh, terima aja tuh lo mau diapain kek. -_-"
Ibadah di 'kematian' ini tuh belajar. Kalo banyak belajar kan surga dapetnya.
Tapi tawakkal aja, oke.
Nih, hari ini gue lagi pembagian surat kematian, good luck buat gue agar gue dapet surga. Bismillah surga, kemaren udah neraka-nerakaan gara-gara sesuatu.-.

Thursday 13 December 2012

Post ini telah dihapus, dikarenakan terlalu mainstream.
                              terimakasih
  With Love,
Arin

Friday 7 December 2012

Kenapa wanita-wanita di sana menyukai hujan? mengapa harus hujan? apakah hujan mereka anggap romantis? tidak bagiku. Hujan hanya membasuh kenangan demi kenangan yang ia bawa dari suatu tempat. hujan hanya mengalirkan kenangan. mengapa mereka tidak membuka payungnya lebar-lebar? apakah mereka menunggu jaket yang akan mereka terima dari seseorang? Payungku masih diguyur hujan. aku masih memilih untuk membuka payung dripada menunggu jaket. tidak, tidak perlu. payung ini sudah menjadi saksinya bagiku. Bekas hujan kemarin, ingat? mungkin kau lupa atau ingin melupakannya? entahlah. Aku benci berjalan sendiri di bawah payung. aku benci berjalan di bawah butiran hujan. Aku benci aku masih membiarkan bekas hujan itu menempal, melekat. dan aku benci untuk memposting ini, apalagi menjadikan puisi lalu direkam di soundcloud.
Namanya, Nita. Anak dari SD berbeda. Awal masuk SMP, dia teman yang paling akrab, mungkin aku dan dia teman yang, ya, bisa dibilang saling 'membutuhkan' dengan tanda kutip. Aku butuh untuk mengisi hari di sekolah, entah, dia butuh aku untuk apa. 2 semester kami masih 'bersahabat' walau, terkadang ada pertengkaran kecil-kecilan di persahabatan itu. menurutku, itu biasa, anak kelas 7 masih mempunyai ego tinggi. tak jarang juga kami bermusuhan sampai seminggu, tetapi, karena 'membutuhkan', mungkin kami (atau hanya aku) meminta maaf ke setiap masing-masing.

Sudah, kelas 7 sudah bubar, kami masuk ke jenjang lebih tinggi, kelas 8. kenyataan, kami terpisah dalam 2 kelas. Aku kelas A, dan dia D. pengalaman ini sudah aku reka, sudah aku hadapi berkali-kali, dan aku siap menghadapi yang kali ini. 2 orang yag terpisah, akan merasakan kesepian dengan berangsur-angsur. entahlah, itu hanya pendapatku. Awal semester 1, kami masih tetap bersama di saat istirahat. bulan ke tiga di semester satu, menyisihkan jarak di antara kami. hanya bertegur sapa dan ya, menyisihkan sedikit waktu untuk berkumpul. Seiring berjalannya waktu, ia mencalonkan menjadi osis, ini warning bagiku. jika ia menjadi osis, tamatlah aku, kebutuhan yang aku butuhkan selama ini akan membutuhkan kebutuhan lain. Dan, ternyata, ia gugur. menangis karena gugurnya ia aku sesali. aku tidak ada di sana untuk menemaninya, aku terlalu termakan iri mungkin. aku hanya bisa menyemangatinya di hari esok. waktu terus berjalan sampai akhirnya kelas 8 menemui semester 2. hari-hari di semester 2 kami habiskan dengan kelompok kami masing-masing. aku ikut aliran anak bandel dan ia ikut aliran anak sholehah, kontras. Aku nyaman dengan aliran ini, mungkin menentang tata tertib membuat aku betah. ia sempat mengingatkan bahwa kelompok itu kelompok tidak baik, tapi, tak aku hiraukan. Ia masuk kelompok 'wanita sholehah' ya, kelompok wanita yang 'centil' menurutku, haha, entahlah, hanya saja pandanganku terhadap kelompok itu seperti itu. Aku mengingatkannya bahwa dia berubah. kami sama-sama berubah, berubah dalam perbedaan yang kontras. aku sempat membenci hal ini. Kenapa? kenapa harus terbagi?

Akhirnya, kami sampai di jenjang akhir SMP. kelas 9, dan kami sekelas. aku duduk bersamanya. awal semester, perubahan di kelas 8 masih terbawa. ia masih berkumpul dengan teman-temannya, dan aku juga. apakah kita tidak menyadari bahwa satu sama lain pernah menjalin persahabatan? mungkin lupa. aku masih terbawa sifat bandel dan ia terbawa sifat sholehah. langit dan bumi, neraka dan surga, haha. sosoknya masih mengesalkan saat awal semester, entahlah, ia begitu temperamen, dan aku juga. 2 orang yang memiliki ego yang tinggi bila disatukan akan hancur. mungkin kami (atau hanya aku) mengurangi ego. kami mengalah untuk  menuruti pihak satu sama lain. hari demi hari, kami semakin melebur, bisa dibilang lebih berjaya dari kelas 7 lalu. kami masih mempunyai topik untuk diceritakan. dan mungkin hari itu, saat ia menangis karena gugur dalam osis, aku akan berterima kasih karena ia gugur, ia mungkin disisihkan untukku, atau hanya aku yang merasa? entahlah. hari-hari di kelas 9 masih sehat-sehat saja, dipenuhi tawa, dan temannya masih menghampirinya untuk bermain bersama. hal itu yang selalu aku cemburui. mengapa dia tidak mengajakku saja melainkan temannya? Aku iri saat mereka kau ajak jalan, mengapa tidak aku? seketika, aku berpikir, mungkin aku yang harus duluan mengajaknya, ya, dan aku melakukannya.
"nonton, yuk" aku rasa, nadaku sudah memohon.
"enggak, ah, lagi males" dan kamu menjawab dengan angkuh lalu pergi.
entahlah, apa ada yang salah dengan kata-kataku?

Yogyakarta, sehabis Ujian Nasional, perjalanan ke Yogyakarta menanti. 3 hari, dan perlu teman sekamar. mengapa harus mereka yang bersamamu? apakah aku tidak boleh merasakan bermalam dengan orang yang aku 'butuhkan' selama 3 tahun? tidak boleh? apakah pengalaman kelas 6 harus terulang? sahabta yang aku butuhkan diambil orang lain. apa perlu semua itu terjadi? seharusnya tidak.

tetapi, 3 tahun di SMP menjadikan pengalaman paling hebat. mungkin, Nita adalah sahabat satu-satunya yang masih mau mengerti. tidak seperti di SD, aku hanya bahan olokkan dan sahabatku yang hanya sebatas 'sahahbat' tidak menolong. Mungkin, saat NIta membaca ini, ia perlu membaca ucapkan terima kasih dariku atas 3 tahun ini. dalam waktu dekat, aku dan Nita masuk ke SMA, dan, ya, aku yakin, jika kami terpisah lagi, aku harus membangun kebutuhanku sendiri, tidak dengan tergantung, dan aku siap menghadapi awal baru.

Terima Kasih. :D
Ngomongin soal deadline (tulisannya bener ' deadline' kan?). ngomongin soal deadline, dead itu mati, line itu garis. emang deadline itu garis yang membunuh, garis waktu yang mengejar-ngejar. siapa yang gak kenal deadline? si pencabut waktu. seakan-akan tugas itu seperti hidup dan batas waktu adalah akhir hayat. Gue ngerasain banget gue dikejar-kejar sang deadline di kelas 9 ini. minggu depan gue UAS, dan minggu ini adalah deadlinenya. liburan 3 bulan masih nunggu, iya, abis UN, UN bukan UAS. UAS mah libur 2 minggu doang. kelas 9 sibuk banget, apalagi SMA, sibuk baanget.

taopi, di sini gue gak bisa meratap atau termenung dengan sebegitu angkuhnya. gue harus melayani tugas yang  masuk di akal tapi gak masuk di Google. Gini, nih, gue di tugasin buat nyari file KOMPAS yang beritanya di tanggal kelahiran gue. dan sialnya, ya, emang sial, itu gak ketemu, 20 halaman gue buka, dan emang makin ngaco. Sial, 29 januari 1999 gak ada, adanya yang 2006, 2010,2011, ah. giliran 28 januari, ada. ini gak adil. dunia gak adil. kenapa dunia meningglakan gue sendiri dengan nilai yang kosong? gue stres, gue pusing, ini lebay, tapi bodo amat.

mengumpat tidak akan menyelesaikan KOMPAS. gue harus temui direktur KOMPAS, ini penting, batasan lulus atau nggak, Ini pasti penting. Google gak pernah ngasih kesempatan di tugas ini. KOMPAS juga. gue strees.


Thursday 22 November 2012

hai. udah lama gue gak ngomong di sini. Iya nih, lagi sibuk. Aduh, tampilan blognya lagi gegar otak. Maaf aja,ya. Udah nikmatin aja yang ada dulu, gue mau cerita nih.

Ternyata, jadi anak kelas 9 itu tidak sekeren yang gue bayangkan. Kenapa? tugas. Tugas yang bikin gak keren. Mungkin setiap hari gue akan menegak 1 panadol (ya, ini rekayasa). Pusing kemana-mana. FOKUS  UN 2013 terhambat dengan segala tugas. Tugas dateng terus menerus, pergi, dan dateng lagi. Mereka tidak diinginkan mengapa mereka masih datang? Apa mereka tidak tau diri bahwa diri mereka laknat? Mereka harusnya mandiri, menyelesaikan masalahnya sendiri. Semua punya masalah masing-masing dan gak ada hak untuk nyelesaiin masalah orang.

Dear, Tugas.
Aku sangat mencintaimu. Karena kamu memberikan aku pelajaran, bukan pelajaran hidup, tapi pelajaran beneran. Tapi disamping bersyukurnya diiriku, mencintaimu adalah negatif. Aku ingin kamu tidak menemui aku, tidak menggangguku, mungkin kamu harus musnah sampai aku melewati UN 2013. Kamu tau? Otakku bekerja karenamu, tapi, otakku juga harus bekerja untuk UN 2013. Jangan biarkan aku menjadi romusha di hadapanmu. Kemana dirimu yang lalu? Saat kelas 6? Kau selalu aku cintai saat itu karena kamu masih aku anggap mudah. Tapi sekarang? kamu seperti hitler.

Aku sedang di jalan menuju UN 2013, dan setengah otakku aku relakan untukmu, setengahnya lagi untuk UN 2013. Kalian memang merepotkan tetapi itulah hidup, akan ada hitam jika ada putih. ini kalimatnya asik banget.

Tugas, tahukah? aku tidak pernah merindukanmu. Sosokmu yang menghantui membuatku ketakutan. Dikejar-kejar dengan rentang waktu, dikejar-kejar dengan tugas-tugas yang lain. Entahlah, aku membencimu sekarang.

Tuesday 13 November 2012

Kumat banged. Blog gue kayak gini. widget atau gadgetnya turun kebawah. menurut pengalamn yang lalu, akan baik sendiri. kesel sih liatnya, tapi tau deh nanti bener lagi apa nggak. kalo nggak, ganti tenplate baru aja. :D
Stay calm.

Friday 9 November 2012

Daun tertiup semilir angin. Senja sudah mulai lelah untuk menyinari dunia. Bau hujan yang samar-samar tercium menemani kala ini. Jam sudah menunjukkan pukul 17:37, sudah sore. Aku termenung dalam damainya senja, ya, masih berharap. Berharap agar rasa itu datang kembali. Rasa yang menggebu-gebu seperti dahulu. Merindu, ya, sepotong rasa itu yang mungkin hilang di beberapa detik waktu yang sudah merangkak lama sedari tadi. Dimana ia? Sudahkah aku melepaskannya? Jika sudah, teganya aku. Lalu, sejak kapan aku melepasnya?. Aku menunduk, mungkin waktu yang melepasnya secara perlahan. Sangat pelan, sampai aku tidak menyadarinya. Waktu mungkin telah menghempaskan rasa itu, jauh-jauh sebelum aku sadar. Terima kasih, waktu. Kau telah mengambil rasa itu, rasa yang dahulu menjadi kebiasaanku, rasa yang dahulu ada di setiap malamku. 

Mungkin kemarin kau menghempaskan rasa itu, saat aku mulai berkomunikasi lagi dengannya. Rasanya, hanya kosong, bosan, dan tidak ada apa-apa. Kemana rasa rindu yang ingin bertemu dengannya? tidak ada. Seutas senyum yang hanya aku pancarkan saat aku menerima pesannya, bukan lagi rasa berdebar hebat ataupun rasa cemas seperti dahulu kala. Ya, rasanya hanya bosan belaka. Terbukti, aku telah membuktikan bahwa aku tidak ketergantungan lagi, walaupun di waktu yang sangat sedikit aku masih bisa mengingat senyumnya kala itu. Tetapi, itu hanya siluet bukan untuk berdiam di pikiran.

Aku bebas, aku tidak merindu, aku tidak ketergantungan, dan aku mencintaimu, waktu.

Thursday 8 November 2012

Malam ini memang tidak hujan. Tetapi, rasanya seperti terhujani dengan deras dan membuat kepala pusing,. Stop! bukan hujan yang sebenarnya, bukan hujan air tapi, hujan yang menyiksa fisik, batin dan mental. astagfirullah, namanya adalah tugas. Sesuatu yang harus dikerjakan dan diberi tenggang waktu. biasanya, yang suka ngasih tugas itu guru. Tugas ini adalah bentuk dewasanya dari PR. kenapa? karena tugas lebih terlihat keren. iya gak?
Melihatnya, hanya bisa meringis, dan terpaksa menjalani. sama seperti ka...... ah, gue lagi gak galau.


Saturday 3 November 2012

Malam ini hujan. Bintang tidak ada yang berani muncul untuk diguyur hujan. Langit malam terlihat gelap dan ada cahaya kilat sekejap. Wulan hanya mengamati malam dari jendelanya saja. Perasaannya campur aduk malam ini.
"Hai" sapa pemuda itu dengan senyum manisnya.
"......" Wulan menatapnya. Pemuda itu pun berlalu.
Ya, sepotong bagian dari hari ini yang masuh ia ingat. Pemuda itu menyapanya. Apa lagi yang menyenangkan daripada disapa olehnya menurut Wulan.
Pemuda itu tingginya kira-kira 180 cm, hanya beda 3cm dengan Wulan. Postur tubuh Wulan memang lebih tinggi daripada wanita-wanita yang lain. Pemuda ini sepertinya selalu memakai gel rambut, tubuhnya gagah dan ya, menawan.
"Hujan.." Wulan bergumam. Ia melemparkan tubuhnya ke kasur dab mulai meraih pensil dab kertas gambar. Hobinya mengalirsetiap hujan tiba. entah karena faktor apa, ia pun tidak tahu. Ia menggoreskan pensilnya dan yak, ia terfokuskan pada pemuda itu.
"Arya mana?" Ia mengecek layar handphonenya. biasanya, di pukul 20.00, Arya akan mengsmsnya. Jika lewat dari itu, Wulan sendiri yang akan bertindak. Dan kali ini, mungkin memang Wulan yang harus bertindak, karen jam sudah menunjukkan pukul 20.30.
"hey?" pesan singkat itu yang ia kirim.
"Iya?" handphonenya menerima pesan sesaat.
"Lagi ngapain lu? tumben aja jam segini baru pulangdari futsal?"
"sebenernya pulang futsal udah dari jam 8. hehe. besok temuin gue ya di depan kelas gue. gue mau ngomong."
"ngomong apa? ke kelas lo? lo aja ke kelas gue!"
"oke deh. ada deh pokoknya. udah, ya gue mau tidur"
"oke" yak, akhir-akhir ini percakapan mereka selalu berakhir di Wulan dan durasinya sangat pendek.
*******
Hari ini Wulan berangkat dengan hati yang bisa dibilang senang. Ia akan ditemui Arya!
"Retaaaa nanti gue mau ngobrol sama Arya dong" Wulan memamerkannya. Reta adalah sahabat bagi Wulan. Ia berjilbab dan pintar.
"boong aja" Reta menyikapi.
"bneran deh!!!! nanti temenin gue ya?"
"iya dehhh" Reta tersenyum.
********
"Lan?" Arya menyebut namanya.
"lo mau ngomong apa?"
"Reta.. Reta, lo jangan ikutan deh"  Arya bersikap mengusir Reta.
"eh? oke deh." Reta masuk ke kelas. dan sekarang  hanya tertinggal Arya, Wulan dan siswa lain yang keluar. Wulan merasakan detak jantugnya berdegup. menunggu-nunggu apa yang akan Arya ucapkan. Apakah itu adalah hal yang mngejutkan?
"Ngomong apa sih? lama." Wulan tidak sabar.
"begini. sebenernya, Gue suka....." kalimat itu semaki mmbuat Wulan masuk ke ranah fantasi lebih jauh dan harapannya makin besar, berkembang, dan saat kalimat itu terpenuhi, perasaan ini akan meletus.
"suka sama?" Wulan bisa merasakan mukanya memerah. Arya masih diam menimbang-nimbang kata-kata.
"gue suka sama..." Arya terduam sesaat.
"Suka sama Reta. makanya tadi Reta gak boleh nimbrung."
yak, perasaan itu meletus. Bukan karena perasaan itu semakin mengembang, tapi karna paku yang menusuknya. Pelupu matanya terasa hangat dan ia tidak boleh menangis di depa Arya walaupun hal ini menyakitkan. Entah mengapa harus Reta yang ia idamkan? mengapa tidak yang lain? Sahabatnya sendiri yang telah menarik Arya.
Senyum getir yang hanya bisa ia berikan. Tidak mungkin ia memberikan tangisan di depan Arya. Hatinya sakit, seperti ada yang menusuk, terasa begitu nyata dan sakit, ya, sakit.
"Dia sukanya apa ya? gue mau beliin Kado buat dia. Dia ulang tahun kan seminggu lagi? sekalian gue nembak?"
Aku hanya tersenyum getir...

Malem ini, gue ada tekanan tersendiri. "Kenapa enggak?" yak, kata-kata itu yang gue ucapin sekarang.

Gue pernah menulis atau mngetik ya. Bahwa, sahabat itu seperti, ibaratkan sepatu. Sepatu nih, kalo udah gak cocok, ufff kesempitan, gak nyaman. Dan untuk mengganti 'sepatu' yang baru, butuh 'uang'. dan gue belom punya uang. gue harus bersempit2an dengan ketidak cocokkan.

apa hubungannya dengan "kenapa enggak?" ? yap. disaat rasa muak lo udah diambang batas, lebih baik, lo ekspresikan. Mengkritik, menyindir, atau ngomong langsung bisa buat lo berasa Plong.

walaupun itu adalah "menusuk dari belakang", kenapa enggak? buktinya, lo udah dihujam berkali-kali sampe lo ngerasa ini adalah batas kesabaran.

motivator2 itu salah. katanya, kesabaran itu tidakada batasnya. itu bullshit. jangan percaya mereka.

Tuesday 30 October 2012

yak, pembelajaran hidroponik masuk di kelas 9. tadi, abis belajar IPA da besok adalah prakteknya. huft, tarik nafas ajalah.

Apa Itu Hidroponik?

Hidroponik adalah sistem bercocok tanam tanpa medium tanah. Ini lebih efisien di daerah perkotaan karena daerah perkotaan kan gak banyak tuh tanah yang kosong, jadi kita bisa memakai bahan daur ulang. kata guru gue, pake serabut kelapa, arang, pasir dan lain-lainnya, yang penting jangan pake tanah.

Percobaan tentang ilmu nutrisi itu udah dimulai sejak abad ke 16. Dan, Hidroponik berasal dari bahasa Latin; Hydros yang berarti air dan phonos yag berarti kerja. jadi kalo disambungin? Kerja air.  


Keunggulan Hidroponik?

  • Pastinya lebih luwes karena gak harus nyari tanah.
  • pastinya baju gak kotor karena kena tanah
  • Hemat air dan pupuk gitu lho.
  • terus, Masa penanamannya lebih singkat. Gak harus lama nunggu kayak penantian lo selama ini. 
  • Pertumbuhan dan kualitasnya bisa tuh diatur. Jadi, gak php gitu.

Kekurangannya?

Semua makhluk, dan hal di dunia ini ada positif dan negatifnya, jadi maklumin. Oke!
  • Modal awal lebih mahal.
  • dan, takaran pupuknya harus tepat. Gak boleh meleset, nanti doi malah badmood. 
Oke, itu doang yang bisa gue bagi. bahasa gue asik gak? asik dong. 
                                   
                                                                                                                Wass. Wr. Wb

Monday 22 October 2012

UN, Ujian Nasional. Ujian yang dilakukan untuk kelulusan ini bisa jadi alasan pertama ketakutan gue menghadapi kelas 9.
Umaga, UN beda orang, beda kode. Pemerintah sering mainan kode sih kalo di twitter.
Dan kabarnya, 1 kelas 20 kode. Lebih hebat dari tsunami gue rasa. Gila. Itu satu kegilaan! Woi! Sekalian aja 1 murid 1 pengawas!! Sok iye.
Lagian nih, UN itu buat apa ya? Sebanyak banyaknya kode, kalo siswa dapet 'bocoran' mah, sama aja sik. Ya, gue tau pemerintah mau menguji mental kita, tapi gak segila ini mental nih gue.
Ini bagaikan bencana.

Negara maju di sana, setau gue, dia gak ada UN tuch. Walaupun gue tau dari film-film doang sih. Hehe. Tapi, ya gimana lagi gitu.

2013, UN Disaster.

Monday 15 October 2012



Dentuman lagu ini sampai masuk ke hati yang paling dalam. Mendoktrin otak untuk termotivasi.
Yak, lirik lagu ini layaknya angin kemenangan yang berhembus. Aku mungkin bisa bangun setiap hari dan menggapai cita-citaku diiringi lagu yang dubawakan oleh Ryan Tedder.
      "Give 'em hell, Turn their heads."
      "Give me scars, Give me pain.And they'll say to me this one's a fighter"

Friday 12 October 2012

oke, blog gue templatenya hancur lagi dan gue gak bisa ke old interface. ini lebih sial daripada matematika. jadi, maklumin aja

Thursday 11 October 2012







Aku masih memutar-mutarkan pensilku. Posisiku ada di paling depan, sekalinya mendongak, aku akan melihat wajah pengawas yang mejanya tepat di depanku. UTS kali ini adalah matematika, ya, keadaan ini sangat sial. Sekali lagi, Sial.

Aku lemah dalam hitung menghitung itu termasuk kesialan di hari ini. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menuntut otakku untuk mengerjakan angka-angka jahanam ini. Aku hanya bertanya-tanya 'apa yang bisa kita perbuat dengan rumus 1/ 1 setengah bola?' aku tidak akan mau bermain bola seumur hidupku jika aku harus menghitung terlebih dahulu. Tetapi, rumus-rumus itu memberikan kepuasan tersendiri saat menemukan hasilnya.

Sama seperti berkenalan denganmu. 'Untuk apa aku mengenalmu  jika nantinya aku juga yang sial?' ya, aku hanya tidak ingin mengenalmu jika ujungnya adalah seperti ini. Tetapi, tanggapan matamu tadi mengalihkanku walaupun hanya sekejap. Rasanya, aku seperti terbang ke langit ke tujuh naik paus orca. Haha.
Dunia ini relatif, mengenalmu dan menemukan hasil dari soal matematika mungkin kebahagiaan tersendiri buatku. Aku tidak akan menyerah mendapatkan hasil walaupun ini seperti jahanam yang menyiksa otak sekaligus batin.

Monday 8 October 2012









"Perang Dunia Adalah Flashback Yang Berkelas"
                                  -Arin R.A.
Yak, hari ini ditemani oleh Adolf Hitler, Benito Mussolini, dan Kaisar Horohito. 3Orang ini yang bisa dibilang orang yang ngajak ribut 1 Dunia. Awalnya nih, Gara-gara franz (Frans atau Franz gue lupa) Frans Ferdinand beserta istri ditembak oleh anggota Black Hand yaitu Gabriel Princip di Sarajevo.
Itu kurang ajar, wajar sih Austria-Hongaria ngajak tawuran. Frans lagi jalan nih, mondar-mandir ngeliatin militernya eh tau-tau udah modar (mati).
Kenapa quote gue bertuliskan "Flashback yang berkelas"?
Ini sangat berkelas. Kita berflashback tentang Hitler, itu mungkin udah puluhan tahun yang lalu, ngegalauin hitler aja tuh kerjaannya kalo lagi ngeflashback PD II. Tapi, Hitler itu pemberani lah ya, dia menghasud warga-warganya menjadi warga superior. Dan gue salut sama hitler. Kerja bagus. Apalagi yang ngebentuk kumisnya, itu berpengaruh sekali bagi generasi-generasi.

Tuesday 11 September 2012

semua motivasi gue ada di sini. Quote-quote gue juga ada di short movie bang dika ini. ini sangat keren :D

Friday 7 September 2012

kata bang radityadika, blog adalah
        DIARY ONLINE.
gue setuju sama pengertian blog versi bang dika. ya, ge ngeblog cuma buat seneng2. gak buat sombong2an atau apalah.
yaaa kalo nyari 'kesempatan' ya pastilahh. tapi nih ya, blog itu bisa dibilang personaliti lu tuh gimana *asik. iya beneran. gak cuma blog, twitter, fb, friendster segalanya itu mencerminkan lu.

makanya pesan bang radit:
"mending jaim2 di jejarig sosial dari sekarang drpd dinilai gak enak"
kurang lebih lah gitu.
TAPI.. jangan pernah buat hidup lu jadi "fake life", "fake world", apalah. jangan pernah.
karena Fake life is the fuck world (?)
kayak gue aja nih, Fake-life. hidu gue sekarang ribet. capek. senyum aja palsu, knyang aja palsu. lama-lama dapet pacar palsu deh*eh. haheho.

sebenernya inti dari blog ini sih sederhana.
"because fake life is the fuck world"
kurang lbih gitu.
makanya juga,gue favorit sama quote
"dont think of yourself as an ugly person. but think of yourself as a beeautiful monkey."
jangan berfikir kamu adalah seorang yg jelek. tp fikir kamu adalah seekor monyet yang cantik.

nah, kesimpulan:
itu monyet aja tau diri dia cantik. masa orang nggak? (?)

ada juga quote:
mereka aja bisa buat ketawa dengan megang mic doang. apa perlu kita arus masak air?! *sampingnya ada gamar radityadikasama pandji*

menurut gue quote itu bener.
tp ya balik ke keyakinan sendiri. you are what you think.
you are what you tell.
you are what you see.
that's possible if we have a different argument. because we're a human not a monkey.
*dan sekali lagi (?)

Tuesday 4 September 2012


           Mentari belum menampakkan dirinya, tetapi aku dan Darma harus mengawali hari sembari bersiap – siap untuk menjalani aktivitas. Aktivitas kami tak seperti anak-anak lain biasa yang harinya diisi dengan masuk ke sekolah, lalu menuntut ilmu. Ya, pagi-pagi kami harus mengitari sekeliling kota atau  menghampiri lampu lalu lintas. Aku dan Darma bukan penyanyi jalanan,  lebih memilih menjadi penjual koran. “Aku lebih suka berusaha untuk mendapatkan rejeki. Aku tidak mau hanya menyanyi di lampu merah” ujar Darma saat aku bertanya.

Darma, ya, namanya Darma, saudara angkatku. Anak yang ulet, rajin, dan mau mencoba rintangan. Anak ini berkepala besar. Terkadang ia hanya memikirkan koran-koran yang ada di dekapannya, jika sudah begitu, ia tidak mau diganggu terlebih dahulu. Ia ingin memutar balikkan otaknya untuk mencari cara bagaimana semua koran-korannya itu habis agar ia mendapat upah yang banyak. Malah, jika sudah berfikir, ia sudah melupakan dunianya, melupakan perutnya yang mulai menyanyi, melupakan rasa lelahnya. Lupa segala macam hal.

            Darma paling suka membaca korannya. Pak Widi, yang biasa dipanggil ‘Si Bos’ yang mengetahui Darma adalah anak yang cerdas, ia selalu memberi Derma koran untuk dibaca. Selalu disisakan 1 untuk pekerjanya itu, yaitu Darma. Kata Darma, koran bisa membuka jendela pengetahuan kita, kita bisa mengetahui apa yang terjadi di dunia bila kita membaca. Ya, Darma memang anak yang cerdas. Imajinasinya pun tinggi. Aku, sebagai teman sekaligus saudaranya, tidak heran bila Darma sering menghabiskan waktu duduk tenang di gubuk atau di lapangan untuk menghabiskan ruwetnya huruf-huruf yang tertera di kertas-kertas yang bernama koran itu sehabis berjualan.  

 Ibuku pernah memberi sebuah pengakuan, Darma ditemukan di sebuah kardus yang ditemukan di dekat gubukku. Ibulah yang merawat Darma semenjak ibu mengambil Darma dari kardus itu. Ibu sudah mengangkat Darma menjadi anaknya. Dengan otomatis, aku adalah saudara Darma. Darma dan aku tak jarang bertengkar karena suatu masalah yang hampir bisa dibilang ‘sepele’, tetapi aku selalu mengalah karena Derma bersifat keras. Aku 6 bulan lebih tua dari pada Darma, aku lahir ke dunia tanggal 23 Januari, sedangkan Darma sebenarnya tidak diketahui tanggal tepatnya ia lahir, tetapi karena ia ditemukan pada 10 Juni, Ibu menganggap Darma lahir di tanggal itu. Ibu sama sayangnya kepadaku dan Darma, tetapi karena Darma tidak mempunyai Ibu kandung, Ibu hampir selalu mementingkan Darma. Hampir setiap waktu aku iri dengan Darma yang mendapatkan perhatian 1 persen lebih dari pada aku, ya tetapi aku harus memaklumi keadaan ini. Darma tak mungkin berkelana mencari Ibu kandungnya.

            Aku dan Darma bekerja menjadi penjual koran, walaupun usia kami sebenarnya tidak termasuk angkatan kerja, tapi apa boleh buat? Ekonomi yang menghantui hidup kami mulai menuntut kami. Mau tidak mau, kami, para anak jalanan harus mencari uang tambahan. Penjual koran adalah satu dari profesi anak-anak jalanan. Profesi anak jalanan bervariasi, seperti, penyanyi jalanan, penjual koran, penjual barang-barang, menjadi ojek payung, bahkan menjadi anak Punk juga bisa, dan mungkin juga ada yang nekat menjadi pencopet agar mendapatkan uang dengan cara yang mudah. Kami lakukan demi selembar uang untuk menunjang ekonomi kami sendiri dan keluarga.
            “ Dar, kenapa kamu selalu menekuni profesi ini sih? Kamu selalu mementingkan koran-koranmu itu dari pada dirimu sendiri. Sekali – sekali jangan memikirkan koran-koranmu itu Dar. Ayo kita senang-senang!” ujarku di tengah keramaian deru mesin kendaraan yang berlalu – lalang di jalan. 
           “ Tidak dong cit. Aku bukannya lebih memikirkan koran-koran ini, aku hanya ingin Bos senang karena koran-korannya habis terjual. Lagipula, ...” 
           “ Lalu, kapan kesenanganmu mengisi hari-harimu? Fikirkan dirimu dulu Dar” aku memotong kata-kata Darma. 
          “ Hei cit, tadi aku belum menyelesaikan kalimatku. Lagi pula, aku senang membuat orang-orang senang. Aku menikmati hari-hari bukan menjadi anak jalanan, tetapi si penjual koran. Hidupku lebih bermakna daripada hanya menjadi anak jalanan biasa. Hahaha” kalimat Darma diselingi oleh tawanya. 
         “HEI!! Lampu merah sudah menyala! Kalian tidak mau menggaet rejeki?!!” teriak Andri dari kejauhan. 

Bergegas kami langsung melesat menghampiri kaca-kaca mobil yang berhenti. Terkadang, aku iri akan anak yang berada di dalam mobil. Biasanya mereka  sedang melepaskan tawanya, lain lagi dengan anak yang tersenyum dengan hanya melihat layar handphonenya, lalu, ada juga anak yang tertidur pulas di dalam mobil. Melihatnya, aku selalu berfikir, mengapa aku ditakdirkan dengan keadaan seperti ini?. Tapi, entahlah mungkin Tuhan punya rencana dibalik ini semua.

            Lain lagi dengan Darma, ia menganggap takdir hidupnya ini selalu men jadi yang terbaik. 
          “ Ini hidup yang paling baik, cit.” Selalu begitu perkataan yang terlontar dari lidahnya. 
          “ Kenapa sih, Dar? Kenapa kamu selalu bilang ini yang terbaik?” balasku. 
         “ Ini terbaik, cit. Aku tak pernah menganggap ini cobaan. Ini sebuah rasa syukur, cit” Darma berkata sembari telunjuknya menunjuk garis yang melekuk di wajahnya, lekukan favoritku. 

Garis lekukan yang dinamakan senyum yang selalu menghiasi wajah gelapnya akibat terbakar matahari, garis itu selalu terpancar dengan manis di wajahnya. Sampai detik ini, aku belum tahu mengapa lekukan itu selalu menghiasi wajahnya. Padahal, hidupnya berat, tetapi wajahnya tak terlihat seperti ditimpa beban.

            “ hidup ini seperti besi, Cit. Tidak beraturan jika tidak ditempa, dingin jika tak dipanaskan oleh api. Hidup ini seperti besi. Berkarat jika tak dirawat, jika besi berkarat, tak akan dilirik,Cit” nasehatnya mulai terlontar dari mulutnya itu. 
           “ Ah, kamu ini Darma. Berita apalagi yang kamu baca hari ini sehingga kamu bisa menasehatiku? Haha” ucapku dengan candaan. 
          “ Duh, Citra, aku kan tidak menasehatimu. Aku hanya melatih kata-kataku, Cit” anak lelaki berumur 13 tahun itu kemudian mencubit pipiku. 
         “ ckckckck” aku berdecak “ memangnya apa asiknya membaca koran, Dar?”. 
        “ asiknya? Asiknya kamu bisa mengetahui bagaimana keadaan negaramu ini, Cit.” 
        “ memangnya kamu bangga dengan negara ini, Dar?” pertanyaanku terlontar dengan nada santai. 
        “ banggalah! Mana ada negara seperti Indonesia! Negara yang memiliki banyak budaya, negara yang memiliki banyak suku, bahasa, dan agama? Negara 33 provinsi ini lebih bagus dari Paris, Cit. Kota yang kamu cita-citakan itu” semangatnya kini kian bersemi. 
       “ lebih bagus Paris, Dar! Mereka punya menara Eiffel  yang indah!!” aku tidak mau kalah. 
      “ Indonesia juga mempunyai menara, Cit! Namanya, Monumen Nasional!” 
      “Monumen Nasional? Sepertinya aku pernah dengar” aku berfikir. 
      “Itu Monas, Cit!!!” Darma menyadarkanku. 
      “Hahahah pantas aku pernah mendengarnya. Ternyata, yang kamu maksud itu Monas ‘toh , Dar!!” aku terkikik. 
      “Makanya, Cit, baca itu koran-koranmu” Darma menunjuk koran yang ada di genggaman tanganku.
****

            Pagi ini, pagi yang diiringi oleh teriknya sang matahari. Seperti kehidupanku sebelumnya, aku akan menghampiri lampu-lampu merah bersama Darma. 
        “Darmaaaaa!!!” aku memanggilnya, setengah berteriak” 
       “apa cit?!!” teriakanku terbalas. 
       “ayo kita keluar rumah!” balasku. 
      “aku sudah di luar menunggumu, Cit!!!” kini Darma berteriak.

 Lekas aku menghampiri Darma yang berada di luar rumah. 
     “Eh, Darma! Haha menungguku ya?” candaku. 
      “Dasar! Lama sekali kamu mandi, Cit”
       “namanya juga perempuan, Dar”
       “memang harus lama mandinya?” Darma menggerutu. 
       “Yaiyalah! Hahaha” aku tertawa. 
       “Ya sudah, ayo kita menyelamatkan orang-orang, Cit” Darma mengajakku. 
      “menyelamatkan orang-orang? Memangnya aku ini veteran Dar? Memangnya sekarang sedang berlangsung perang?!” tanyaku setengah protes. 
      “Aduh, Cit! Ini bukan perang, siapa juga yang menginginkan veteran yang mandinya 1000 tahun sepertimu? Menyelamatkan orang-orang disini maksudnya, menjual koran-koran” Darma meledek. 
       “hei! Mandiku hanya 15 menit Dar! Apa hubungannya menjual koran dengan menyelamatkan orang-orang?” aku memasang mimik wajah penasaran. 
       “kamu tahu tidak akibatnya jika kita tidak membawa koran-koran ini lalu datang menghampiri kaca mobil satu persatu?” nadanya mulai menimbulkan misteri. 
      “hemm, Bos pasti akan marah! Ya, kan?”
      “tidak hanya itu” 
      “lalu apa lagi? Oiya, Bos pasti akan bangkrut” 
      “tidak hanya kedua hal itu, Cit” 
      “lalu apa lagi? Aku menyerah” 
      “begini, akibat yang pertama, Bos akan marah dan berangsur menjadi bangkrut. Kedua, kita tidak akan hidup seperti ini karena tidak mendapat upah dari penjualan koran. Ketiga, karena kita tidak mendapat upah, kita bisa menjadi nekat untuk menjadi pencopet, lalu membahayakan keselamatan orang. Yang keempat, kita tidak bisa membantu para perusahaan pembuat koran ini. Kelima, orang-orang diluar sana tidak akan mengetahui hal apa saja yang sedang atau sudah terjadi pada dunia inisetiap harinya. Dengan menjual koran ini, kita menyelamatkan banyak orang, Cit!!” Darma berbicara panjang kali lebar. 
      “ benar juga perkataanmu, Dar! Aku setuju” aku menyetujuinya dengan singkat. 
      “ sip deh. Ayo kita ke kota”.

            Aku bersama Darma, biasanya menuju kota pukul 06.30 WIB. Aku menuju kota dengan berjalan kaki. Ya, berjalan kaki lebih asik daripada menaikki kendaraan umum. Berjalan kaki bisa menyehatkan badan, bisa melontarkan canda dan tawa dengan teman-teman seangkatan kita yang berprofesi menjadi penjual koran. Benar kata Darma, hari-hariku lebih berwarna-warni dari anak-anak yang harus bersekolah dan menuruti les-lesnya setiap hari tanpa ada kemauan. Hidupku lebih asik dengan berjalan dibawah matahari bersama teman-teman daripada menaikki mobil mewah yang hanya ditemani oleh sopir. Hidupku lebih santai dengan menjadi anak jalanan yang berpetualang ke sudut-sudut kota sambil mempelajari keadaannya. Hidupku bagaikan sekolah alam yang terbilang gratis, apalagi, sejak adanya Darma, si cerdas yang mau mengajari segala hal padaku. Aku baru menyadari hari-hariku lebih dari segala sudut dibanding anak-anak disana, walaupun, di sebagian hatiku terselimut oleh kabut iri.

            Darma sangat mencintai Indonesia. Dia menghapal susunan kabinet Republik Indonesia melalui RPUL yang dibelinya secara eceran. Darma hapal tentang semua yang mengenai Monas. Darma menyenangi corak batik. Darma selalu ingin berkeliling Indonesia untuk mengetahui semua yang berdiam di Indonesia. Andai aku bisa membuat lekukan ajaib itu menjadi melengkung lebih lebar, aku pasti akan mengajak ia berkeliling ke seluruh penjuru Indonesia. 
            “Dar, memangnya kamu tidak kecewa dengan nilai negatif Indonesia?” tanyaku spontan. 
            “Ya, pasti kecewa, Cit”. 
           “Tapi kenapa kamu bangga dengan Indonesia, Dar?” 
           “Aku bangga dari sisi positifnya, Citra” 
          “Sisi positif apa? Para wakil yang ada di gedung DPR sana masih bersenang-senang ‘toh , Dar!”  
          “Wah, baca koran apa hari ini, Cit? Kok kamu tahu?” senyum jailnya mulai tampak. 
         “Hehehehe baca sekilas saja tadi” senyumku melebar. 
         “Baca sampai habis dong, Cit! Hem.. sebenarnya aku kecewa dengan para wakil. Entah setan apa yang merasuki mereka, sehingga mereka bersenang-senang dengan cara seperti itu. Tetapi, lupakan saja mereka, Cit. Biar sang takdir yang mengurus mereka. Mereka hanya sisi negatif yang menonjol dari Indonesia. Tapi, sisi positif Indonesia tak kalah menonjol, ya, kan?” 
          “Iya juga ya, Dar. Dengar-dengar, kamu ingin mengelilingi Indonesia ya?” 
         “Hahahaha, iya, Cit. Tau dari mana?” “Hahaha, tau dong! Oiya, nanti, jika aku punya kesempatan, aku akan mengajakmu keliling Indonesia. Bahkan, jika aku sukses nanti, aku akan mengajakmu ke Paris, Dar!” nadaku antusias. 
        “Terima kasih, Cit! Kamu memang baik. Jika aku sukses nanti, aku akan mengajakmu mengelilingi belahan-belahan dunia yang kamu impikan, ya!” Darma tak kalah antusias. 
        “Hahaha, iya, terima kasih juga, ya, Dar” senyumku kian melebar. 

       Di sini, berdua, menatap jingganya langit, kami berdua telah mengutuskan angan kami, angan yang tidak hanya menjadi angan, tetapi akan menjadi nyata di kemudian hari. Semoga.

****

             Hari itu, hari ke 109 pada tahun ini  aku membuka lembaran koran. Di lembar kedua pada koran itu tampak sebuah iklan besar yang menyatakan perlombaan cerpen bertemakan sahabat yang berhadiahkan jalan-jalan mengelilingi Indonesia. Yap, ini kesempatan bagus untuk aku dan Darma. ‘untung, aku mempunyai sedikit bekal untuk menulis’ batinku. Perlombaan ini berakhir pada tanggal 3 Mei. Waktu yang cukup bagiku.

            Aku mulai menulis cerpen di secarik kertas saat senja datang. Inspirasiku mengalir begitu saja memberikan alur yang hebat. Menceritakan tentang pengalamanku dengan seorang sahabat atau saudara angkatku, Darma. Menceritakan tentangg petualangan hebat yang sudah kami lalui bersama. Menyelipkan kutipan-kutipan indah yang Darma katakan kepadaku. ‘Ini pasti hebat!!’ aku membatin. Proyek menulisku ini harus terahasiakan daari Darma agar jika aku menang, Darma akan terkejut.

            Malam sudah larut. Keadaan sunyi, tetapi aku masih berkutik dengan kertas-kertas ini. Sesuai peraturan, cerpenku ini sudah mencapai lembar ke lima. Ya, hampir selesai. Tetapi, syarat yang tertera di iklan itu, cerpen harus diketik. Aku belum mengumpulkan uang untuk menyewa satu komputer di tempat penyewaan komputer. Belum lagi, uang untuk mencetaknya. Aku harus bekerja lebih giat agar aku menerima uang tambahan.

            Jarum jam sudah menunjukkan angka 5. Adzan shubuh berkumandang. Aku bangun lalu mencuci muka dan mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat. Hari ini aku bersemangat sekali untuk berkeliling menjajakan koran. Aku ingin segera mengetik hasil karyaku dan mencetaknya lalu menjadi pemenang dan mengelilingi Indonesia bersama sahabat pribadiku.

            Menghampiri kaca mobil satu persatu dan berharap agar koran ini laku banyak. Ku lihat Darma, ia tak kalah semangatnya sama sepertiku. Ya, aku tahu memang ia setiap hari bersemangat. Hari ini memang menjadi hoki ku. Koranku hanya tersisa 2 di saat jam menunjukkan pukul 15.00. Si Bos pasti akan senang dan mungkin aku akan diberi dana tambahan.

            Aku menemui Si Bos untuk menyerahkan hasilku. Saat menyerahkannya, Bos tersenyum lebar lalu menatapku, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang, lalu ia memberi uang itu kepadaku. Aku bahagia, ternyata lelahnya kerja keras bisa diobati dengan upahnya. Menurutku, hal ini akan berlangsung selama 3 hari, semoga saja.

            Singkat cerita, aku tidak bisa mencapai targetku dalam 3 hari. Ini adalah hari keempat aku mengumpulkan uang. Semoga saja hari ini adalah hari terakhir aku mengumpulkan uang. 

            Dan, Hari ini mempunyai akhir yang bagus. uangku sudah terkumpul banyak untunk menyewa satu komputer di warnet. dengan bergegas, aku langsung melesat menuju warnet terdekat. aku segera menyelesaikan apa yang harus aku lakukan.

****

            cerita itu sudah aku kirim melewati pos. dan sekarang, aku masih terus melangkahkan kakiku menuju rumah mungilku. di sana, di kolong jembatan aku berlindung. tak ada tempat lagi yang 'layak' aku tempati mungkin.

             "Darma!!!!" aku berteriak memanggil Darma.
             "ibu, Darma kemana?" tanyaku.
             " itu, ada di belakang"

              aku bergegas menuju tempat yang ibu maksud. 'Deg' seketika jantungku berhenti. Darma sedang mengobrol dengan 1 orang wanita dan 1 orang pria. aku takut hal yang aku bayangkan selama bertahun-tahun menjadi kenyataan.

             "Dar!" sapaku berusaha tenang.
             "hai, Cit! lihat! ini kedua orang tua kandungku! tes DNA sudah kami jalani, Cit!" mimik Darma riang.

             aku membisu mendengar kalimat itu terlontar. kakiku terasa lemas mendengar kalimatnya. 
             'tuhan, jangan bawa Darma pergi.' aku membatin.
            
             'Cit, kamu tidak apa, kan?" 
             "Dar, jangan bilang kamu mau pergi.." tetesan air mataku mulai mengalir.
             "Cit, aku....." Darma tidak meneruskan kalimatnya.

             kami berdua membisu. aku hanya bisa menahan isak tangisku di depan darma dan kedua orang tua 'baru'nya. suasana hening untuk beberapa saat dan aku memutuskan utuk memulai.

             "Dar,kamu itu adalah kakak buat aku"
             "aku tau." jawab Darma singkat
             "jadi...?"
             "aku akan pergi." balas Darma.

              isak tangisku tak terbendung lagi. kini, lengan ibu sudah melingkar di badanku, ternyata ibu juga sama, ia sulit melepaskan Darma. selama aku dipeluk, aku tahu ibu menyuruh mereka pergi meninggalkanku, tetapi aku tidak mau hari yang aku kira baik ini akan menjadi hari paling buruk di hidupku. aku berlari mengejar mereka sampai mobil dan menarik lengan Darma dengan sigap.

             "Dar, kamu main-main ya ke sini. jangan lupakan aku" pesan terakhirku untuk Darma.
             "Cit, aku pasti tidak akan melupakan hidupku di kolong jembatan ini. aku pasti akan mengajakmu main di rumahku nanti" lekukan khas itu muncul lagi di wajahnya. mungkin itu adalah lekukan terakhir yang akan aku lihat di hari ini, besok, dan seterusnya.

             "Selamat tinggal, Dar" 


****

         "Dar! foto berdua denganku di menara eiffel ini!!" teriakku.
         "ayo! siapa takut!"

         hari ini aku sudah berhadapan dengan menara eiffel. tentunya dengan orang yang aku sayang, Darma. kejadian 20 tahun itu menjadikan aku sukses. saat aku mengirimkan ceritaku melewati pos, ternyata aku menjadi pememnang dan mendapatkan jalan-jalan gratis dan, aku banyak dilirik untuk menjadi penulis. ya, profesiku sekarang adalah penulis. aku ingin menyalurkan inspirasiku lewat tulisan. buku-bukuku pun sudah menjadi 'Best Seller'. aku berterima kasih kepada Tuhan dan semua yang telah mendukuungku, termasuk, Darma.

         Darma pun tak kalah hebat. ia sudah menjadi dosen di Universitas terkenal di Indonesia. 

         kami tidak akan terpisahkan sampai kapan pun. semoga.




                                                                                                                              THE END


nah, ini cerpen gue yang waktu itu mau gue ikut sertakan di lomba tingkat Nasional. dan, sayangnya, kehabisan waktu. jadi, gue pindahin aja kesini. tanda bacanya mungkin belom pas, karena gue seorang amatiran.
thanks.
             


ini bukan blog gue yang pertama. ini yang kedua.
yang pertama itu  astariae.blogspot.com

kalo mau liat yang itu juga silahkan aja. blog yang ini cuman iseng-iseng menurut gue hehe.

oiya, yang belom tau, salam kenal aja.
twitter: @astariae
tumblr: itsmyred.tumblr.com

nah, oke deh. salam kenal :p

 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff