Namanya, Nita. Anak dari SD berbeda. Awal masuk SMP, dia teman yang paling akrab, mungkin aku dan dia teman yang, ya, bisa dibilang saling 'membutuhkan' dengan tanda kutip. Aku butuh untuk mengisi hari di sekolah, entah, dia butuh aku untuk apa. 2 semester kami masih 'bersahabat' walau, terkadang ada pertengkaran kecil-kecilan di persahabatan itu. menurutku, itu biasa, anak kelas 7 masih mempunyai ego tinggi. tak jarang juga kami bermusuhan sampai seminggu, tetapi, karena 'membutuhkan', mungkin kami (atau hanya aku) meminta maaf ke setiap masing-masing.
Sudah, kelas 7 sudah bubar, kami masuk ke jenjang lebih tinggi, kelas 8. kenyataan, kami terpisah dalam 2 kelas. Aku kelas A, dan dia D. pengalaman ini sudah aku reka, sudah aku hadapi berkali-kali, dan aku siap menghadapi yang kali ini. 2 orang yag terpisah, akan merasakan kesepian dengan berangsur-angsur. entahlah, itu hanya pendapatku. Awal semester 1, kami masih tetap bersama di saat istirahat. bulan ke tiga di semester satu, menyisihkan jarak di antara kami. hanya bertegur sapa dan ya, menyisihkan sedikit waktu untuk berkumpul. Seiring berjalannya waktu, ia mencalonkan menjadi osis, ini warning bagiku. jika ia menjadi osis, tamatlah aku, kebutuhan yang aku butuhkan selama ini akan membutuhkan kebutuhan lain. Dan, ternyata, ia gugur. menangis karena gugurnya ia aku sesali. aku tidak ada di sana untuk menemaninya, aku terlalu termakan iri mungkin. aku hanya bisa menyemangatinya di hari esok. waktu terus berjalan sampai akhirnya kelas 8 menemui semester 2. hari-hari di semester 2 kami habiskan dengan kelompok kami masing-masing. aku ikut aliran anak bandel dan ia ikut aliran anak sholehah, kontras. Aku nyaman dengan aliran ini, mungkin menentang tata tertib membuat aku betah. ia sempat mengingatkan bahwa kelompok itu kelompok tidak baik, tapi, tak aku hiraukan. Ia masuk kelompok 'wanita sholehah' ya, kelompok wanita yang 'centil' menurutku, haha, entahlah, hanya saja pandanganku terhadap kelompok itu seperti itu. Aku mengingatkannya bahwa dia berubah. kami sama-sama berubah, berubah dalam perbedaan yang kontras. aku sempat membenci hal ini. Kenapa? kenapa harus terbagi?
Akhirnya, kami sampai di jenjang akhir SMP. kelas 9, dan kami sekelas. aku duduk bersamanya. awal semester, perubahan di kelas 8 masih terbawa. ia masih berkumpul dengan teman-temannya, dan aku juga. apakah kita tidak menyadari bahwa satu sama lain pernah menjalin persahabatan? mungkin lupa. aku masih terbawa sifat bandel dan ia terbawa sifat sholehah. langit dan bumi, neraka dan surga, haha. sosoknya masih mengesalkan saat awal semester, entahlah, ia begitu temperamen, dan aku juga. 2 orang yang memiliki ego yang tinggi bila disatukan akan hancur. mungkin kami (atau hanya aku) mengurangi ego. kami mengalah untuk menuruti pihak satu sama lain. hari demi hari, kami semakin melebur, bisa dibilang lebih berjaya dari kelas 7 lalu. kami masih mempunyai topik untuk diceritakan. dan mungkin hari itu, saat ia menangis karena gugur dalam osis, aku akan berterima kasih karena ia gugur, ia mungkin disisihkan untukku, atau hanya aku yang merasa? entahlah. hari-hari di kelas 9 masih sehat-sehat saja, dipenuhi tawa, dan temannya masih menghampirinya untuk bermain bersama. hal itu yang selalu aku cemburui. mengapa dia tidak mengajakku saja melainkan temannya? Aku iri saat mereka kau ajak jalan, mengapa tidak aku? seketika, aku berpikir, mungkin aku yang harus duluan mengajaknya, ya, dan aku melakukannya.
"nonton, yuk" aku rasa, nadaku sudah memohon.
"enggak, ah, lagi males" dan kamu menjawab dengan angkuh lalu pergi.
entahlah, apa ada yang salah dengan kata-kataku?
Yogyakarta, sehabis Ujian Nasional, perjalanan ke Yogyakarta menanti. 3 hari, dan perlu teman sekamar. mengapa harus mereka yang bersamamu? apakah aku tidak boleh merasakan bermalam dengan orang yang aku 'butuhkan' selama 3 tahun? tidak boleh? apakah pengalaman kelas 6 harus terulang? sahabta yang aku butuhkan diambil orang lain. apa perlu semua itu terjadi? seharusnya tidak.
tetapi, 3 tahun di SMP menjadikan pengalaman paling hebat. mungkin, Nita adalah sahabat satu-satunya yang masih mau mengerti. tidak seperti di SD, aku hanya bahan olokkan dan sahabatku yang hanya sebatas 'sahahbat' tidak menolong. Mungkin, saat NIta membaca ini, ia perlu membaca ucapkan terima kasih dariku atas 3 tahun ini. dalam waktu dekat, aku dan Nita masuk ke SMA, dan, ya, aku yakin, jika kami terpisah lagi, aku harus membangun kebutuhanku sendiri, tidak dengan tergantung, dan aku siap menghadapi awal baru.
Terima Kasih. :D