"Jangan-jangan kalian itu memang sudah digariskan!" Tegas wanita di depanku.
"Iya, digariskan! Jangan-jangan bukan hanya kebetulan!" sambungnya.
Aku menengok pria sebelahku, ia tertunduk tetapi aku bisa melihatnya sedang memikirkan sesuatu.
"Ayolah, percaya bahwa kalian akan ada hubungann" Wanita itu menekankan lagi.
Sekarang, pria di sebelahku mulai mengangkat wajahnya lalu menatapku dengan tatapan yang aku sendiri tidak tahu apa.
"Sudahlah, aku pergi saja." Elakku.
"Jangan" Tangan besar pria itu menarik lenganku yang hampir beranjak.
"Ingat tidak kalian selalu kebetulan 'bersama-sama'? Ingat game terakhir? Atau ingatkah hal-hal kecil yang selalu menampakkan kebetulan bahwa kalian kemungkinan bersama?" Matanya mulai membelalak dan aku melihat harapan juga jiwa sok tahu yang menggelegar di bola matanya.
"Game? Em, ya, aku ingat. Tapi pasti dia tidak ingat" Nadaku rendah setengah malas.
"Aku ingat!" Tegas pria itu.
"Oh, bagus." Aku jawab sekenanya.
"Hey.." kini mata pria itu terlihat indah. Pupilnya membesar dan aku bisa melihat bayanganku di sana.
"Ada apa? Kamu tidak akan mempercayai omongan ia, kan?"
"Hey, sebenarnya aku tahu perasaanmu sejak dulu" Tetiba suasana menjadi serius.
"Rasa apa?"
"Aku tahu kalau kamu pasti tahu apa yang aku maksud"
"Oke, aku mengaku. Aku depresi dengan segala kebetulan ini. Rasanya ada yang memberiku kesempatan tetapi di samping itu.. Entahlah" Kalimat itu keluar tanpa kontrol.
"Tapi, tahukah? Aku juga sering memikirkan kebetulan ini." Ia menundukkan wajahnya lalu menegakkan lagi. Ternyata rambutnya sudah dicukur ala trend hari ini. Pria ini, mengapa selalu jadi kesukaanku? Haha.
"Memikirkan bahwa itu tidak mungkin, kan?"
"Kebalikkannya, bahwa itu mungkin. Apa kita bisa bersama?" Tangannya melepaskan lenganku.
Aku terdiam tidak tahu harus jawab apa sedangkan yang ada di dalam diri ini sedang riuh. Mendengar itu rasanya organ di dalam ingan meloncat saling berpelukkan.
"Aku menunggu jawaban" Jelasnya.
"Jawablah jangan ragu" si Wanita mulai berbicara lagi.
"Iya, tentu kita bisa ber..."
-
"Astagfirullah!" Saya spontan membuka mata.
"Tap-tap-tap-tap-tap" Handphone bercase putih sudah bergetar sebagai pengingat untuk bangun pukul 5.
"Sial! Selalu saja cuma mimpi" saya menggerutu.
Iya, sering sekali hanya bunga indah hasil terlelap. Yah, sial.