Tuesday 11 September 2012

semua motivasi gue ada di sini. Quote-quote gue juga ada di short movie bang dika ini. ini sangat keren :D

Friday 7 September 2012

kata bang radityadika, blog adalah
        DIARY ONLINE.
gue setuju sama pengertian blog versi bang dika. ya, ge ngeblog cuma buat seneng2. gak buat sombong2an atau apalah.
yaaa kalo nyari 'kesempatan' ya pastilahh. tapi nih ya, blog itu bisa dibilang personaliti lu tuh gimana *asik. iya beneran. gak cuma blog, twitter, fb, friendster segalanya itu mencerminkan lu.

makanya pesan bang radit:
"mending jaim2 di jejarig sosial dari sekarang drpd dinilai gak enak"
kurang lebih lah gitu.
TAPI.. jangan pernah buat hidup lu jadi "fake life", "fake world", apalah. jangan pernah.
karena Fake life is the fuck world (?)
kayak gue aja nih, Fake-life. hidu gue sekarang ribet. capek. senyum aja palsu, knyang aja palsu. lama-lama dapet pacar palsu deh*eh. haheho.

sebenernya inti dari blog ini sih sederhana.
"because fake life is the fuck world"
kurang lbih gitu.
makanya juga,gue favorit sama quote
"dont think of yourself as an ugly person. but think of yourself as a beeautiful monkey."
jangan berfikir kamu adalah seorang yg jelek. tp fikir kamu adalah seekor monyet yang cantik.

nah, kesimpulan:
itu monyet aja tau diri dia cantik. masa orang nggak? (?)

ada juga quote:
mereka aja bisa buat ketawa dengan megang mic doang. apa perlu kita arus masak air?! *sampingnya ada gamar radityadikasama pandji*

menurut gue quote itu bener.
tp ya balik ke keyakinan sendiri. you are what you think.
you are what you tell.
you are what you see.
that's possible if we have a different argument. because we're a human not a monkey.
*dan sekali lagi (?)

Tuesday 4 September 2012


           Mentari belum menampakkan dirinya, tetapi aku dan Darma harus mengawali hari sembari bersiap – siap untuk menjalani aktivitas. Aktivitas kami tak seperti anak-anak lain biasa yang harinya diisi dengan masuk ke sekolah, lalu menuntut ilmu. Ya, pagi-pagi kami harus mengitari sekeliling kota atau  menghampiri lampu lalu lintas. Aku dan Darma bukan penyanyi jalanan,  lebih memilih menjadi penjual koran. “Aku lebih suka berusaha untuk mendapatkan rejeki. Aku tidak mau hanya menyanyi di lampu merah” ujar Darma saat aku bertanya.

Darma, ya, namanya Darma, saudara angkatku. Anak yang ulet, rajin, dan mau mencoba rintangan. Anak ini berkepala besar. Terkadang ia hanya memikirkan koran-koran yang ada di dekapannya, jika sudah begitu, ia tidak mau diganggu terlebih dahulu. Ia ingin memutar balikkan otaknya untuk mencari cara bagaimana semua koran-korannya itu habis agar ia mendapat upah yang banyak. Malah, jika sudah berfikir, ia sudah melupakan dunianya, melupakan perutnya yang mulai menyanyi, melupakan rasa lelahnya. Lupa segala macam hal.

            Darma paling suka membaca korannya. Pak Widi, yang biasa dipanggil ‘Si Bos’ yang mengetahui Darma adalah anak yang cerdas, ia selalu memberi Derma koran untuk dibaca. Selalu disisakan 1 untuk pekerjanya itu, yaitu Darma. Kata Darma, koran bisa membuka jendela pengetahuan kita, kita bisa mengetahui apa yang terjadi di dunia bila kita membaca. Ya, Darma memang anak yang cerdas. Imajinasinya pun tinggi. Aku, sebagai teman sekaligus saudaranya, tidak heran bila Darma sering menghabiskan waktu duduk tenang di gubuk atau di lapangan untuk menghabiskan ruwetnya huruf-huruf yang tertera di kertas-kertas yang bernama koran itu sehabis berjualan.  

 Ibuku pernah memberi sebuah pengakuan, Darma ditemukan di sebuah kardus yang ditemukan di dekat gubukku. Ibulah yang merawat Darma semenjak ibu mengambil Darma dari kardus itu. Ibu sudah mengangkat Darma menjadi anaknya. Dengan otomatis, aku adalah saudara Darma. Darma dan aku tak jarang bertengkar karena suatu masalah yang hampir bisa dibilang ‘sepele’, tetapi aku selalu mengalah karena Derma bersifat keras. Aku 6 bulan lebih tua dari pada Darma, aku lahir ke dunia tanggal 23 Januari, sedangkan Darma sebenarnya tidak diketahui tanggal tepatnya ia lahir, tetapi karena ia ditemukan pada 10 Juni, Ibu menganggap Darma lahir di tanggal itu. Ibu sama sayangnya kepadaku dan Darma, tetapi karena Darma tidak mempunyai Ibu kandung, Ibu hampir selalu mementingkan Darma. Hampir setiap waktu aku iri dengan Darma yang mendapatkan perhatian 1 persen lebih dari pada aku, ya tetapi aku harus memaklumi keadaan ini. Darma tak mungkin berkelana mencari Ibu kandungnya.

            Aku dan Darma bekerja menjadi penjual koran, walaupun usia kami sebenarnya tidak termasuk angkatan kerja, tapi apa boleh buat? Ekonomi yang menghantui hidup kami mulai menuntut kami. Mau tidak mau, kami, para anak jalanan harus mencari uang tambahan. Penjual koran adalah satu dari profesi anak-anak jalanan. Profesi anak jalanan bervariasi, seperti, penyanyi jalanan, penjual koran, penjual barang-barang, menjadi ojek payung, bahkan menjadi anak Punk juga bisa, dan mungkin juga ada yang nekat menjadi pencopet agar mendapatkan uang dengan cara yang mudah. Kami lakukan demi selembar uang untuk menunjang ekonomi kami sendiri dan keluarga.
            “ Dar, kenapa kamu selalu menekuni profesi ini sih? Kamu selalu mementingkan koran-koranmu itu dari pada dirimu sendiri. Sekali – sekali jangan memikirkan koran-koranmu itu Dar. Ayo kita senang-senang!” ujarku di tengah keramaian deru mesin kendaraan yang berlalu – lalang di jalan. 
           “ Tidak dong cit. Aku bukannya lebih memikirkan koran-koran ini, aku hanya ingin Bos senang karena koran-korannya habis terjual. Lagipula, ...” 
           “ Lalu, kapan kesenanganmu mengisi hari-harimu? Fikirkan dirimu dulu Dar” aku memotong kata-kata Darma. 
          “ Hei cit, tadi aku belum menyelesaikan kalimatku. Lagi pula, aku senang membuat orang-orang senang. Aku menikmati hari-hari bukan menjadi anak jalanan, tetapi si penjual koran. Hidupku lebih bermakna daripada hanya menjadi anak jalanan biasa. Hahaha” kalimat Darma diselingi oleh tawanya. 
         “HEI!! Lampu merah sudah menyala! Kalian tidak mau menggaet rejeki?!!” teriak Andri dari kejauhan. 

Bergegas kami langsung melesat menghampiri kaca-kaca mobil yang berhenti. Terkadang, aku iri akan anak yang berada di dalam mobil. Biasanya mereka  sedang melepaskan tawanya, lain lagi dengan anak yang tersenyum dengan hanya melihat layar handphonenya, lalu, ada juga anak yang tertidur pulas di dalam mobil. Melihatnya, aku selalu berfikir, mengapa aku ditakdirkan dengan keadaan seperti ini?. Tapi, entahlah mungkin Tuhan punya rencana dibalik ini semua.

            Lain lagi dengan Darma, ia menganggap takdir hidupnya ini selalu men jadi yang terbaik. 
          “ Ini hidup yang paling baik, cit.” Selalu begitu perkataan yang terlontar dari lidahnya. 
          “ Kenapa sih, Dar? Kenapa kamu selalu bilang ini yang terbaik?” balasku. 
         “ Ini terbaik, cit. Aku tak pernah menganggap ini cobaan. Ini sebuah rasa syukur, cit” Darma berkata sembari telunjuknya menunjuk garis yang melekuk di wajahnya, lekukan favoritku. 

Garis lekukan yang dinamakan senyum yang selalu menghiasi wajah gelapnya akibat terbakar matahari, garis itu selalu terpancar dengan manis di wajahnya. Sampai detik ini, aku belum tahu mengapa lekukan itu selalu menghiasi wajahnya. Padahal, hidupnya berat, tetapi wajahnya tak terlihat seperti ditimpa beban.

            “ hidup ini seperti besi, Cit. Tidak beraturan jika tidak ditempa, dingin jika tak dipanaskan oleh api. Hidup ini seperti besi. Berkarat jika tak dirawat, jika besi berkarat, tak akan dilirik,Cit” nasehatnya mulai terlontar dari mulutnya itu. 
           “ Ah, kamu ini Darma. Berita apalagi yang kamu baca hari ini sehingga kamu bisa menasehatiku? Haha” ucapku dengan candaan. 
          “ Duh, Citra, aku kan tidak menasehatimu. Aku hanya melatih kata-kataku, Cit” anak lelaki berumur 13 tahun itu kemudian mencubit pipiku. 
         “ ckckckck” aku berdecak “ memangnya apa asiknya membaca koran, Dar?”. 
        “ asiknya? Asiknya kamu bisa mengetahui bagaimana keadaan negaramu ini, Cit.” 
        “ memangnya kamu bangga dengan negara ini, Dar?” pertanyaanku terlontar dengan nada santai. 
        “ banggalah! Mana ada negara seperti Indonesia! Negara yang memiliki banyak budaya, negara yang memiliki banyak suku, bahasa, dan agama? Negara 33 provinsi ini lebih bagus dari Paris, Cit. Kota yang kamu cita-citakan itu” semangatnya kini kian bersemi. 
       “ lebih bagus Paris, Dar! Mereka punya menara Eiffel  yang indah!!” aku tidak mau kalah. 
      “ Indonesia juga mempunyai menara, Cit! Namanya, Monumen Nasional!” 
      “Monumen Nasional? Sepertinya aku pernah dengar” aku berfikir. 
      “Itu Monas, Cit!!!” Darma menyadarkanku. 
      “Hahahah pantas aku pernah mendengarnya. Ternyata, yang kamu maksud itu Monas ‘toh , Dar!!” aku terkikik. 
      “Makanya, Cit, baca itu koran-koranmu” Darma menunjuk koran yang ada di genggaman tanganku.
****

            Pagi ini, pagi yang diiringi oleh teriknya sang matahari. Seperti kehidupanku sebelumnya, aku akan menghampiri lampu-lampu merah bersama Darma. 
        “Darmaaaaa!!!” aku memanggilnya, setengah berteriak” 
       “apa cit?!!” teriakanku terbalas. 
       “ayo kita keluar rumah!” balasku. 
      “aku sudah di luar menunggumu, Cit!!!” kini Darma berteriak.

 Lekas aku menghampiri Darma yang berada di luar rumah. 
     “Eh, Darma! Haha menungguku ya?” candaku. 
      “Dasar! Lama sekali kamu mandi, Cit”
       “namanya juga perempuan, Dar”
       “memang harus lama mandinya?” Darma menggerutu. 
       “Yaiyalah! Hahaha” aku tertawa. 
       “Ya sudah, ayo kita menyelamatkan orang-orang, Cit” Darma mengajakku. 
      “menyelamatkan orang-orang? Memangnya aku ini veteran Dar? Memangnya sekarang sedang berlangsung perang?!” tanyaku setengah protes. 
      “Aduh, Cit! Ini bukan perang, siapa juga yang menginginkan veteran yang mandinya 1000 tahun sepertimu? Menyelamatkan orang-orang disini maksudnya, menjual koran-koran” Darma meledek. 
       “hei! Mandiku hanya 15 menit Dar! Apa hubungannya menjual koran dengan menyelamatkan orang-orang?” aku memasang mimik wajah penasaran. 
       “kamu tahu tidak akibatnya jika kita tidak membawa koran-koran ini lalu datang menghampiri kaca mobil satu persatu?” nadanya mulai menimbulkan misteri. 
      “hemm, Bos pasti akan marah! Ya, kan?”
      “tidak hanya itu” 
      “lalu apa lagi? Oiya, Bos pasti akan bangkrut” 
      “tidak hanya kedua hal itu, Cit” 
      “lalu apa lagi? Aku menyerah” 
      “begini, akibat yang pertama, Bos akan marah dan berangsur menjadi bangkrut. Kedua, kita tidak akan hidup seperti ini karena tidak mendapat upah dari penjualan koran. Ketiga, karena kita tidak mendapat upah, kita bisa menjadi nekat untuk menjadi pencopet, lalu membahayakan keselamatan orang. Yang keempat, kita tidak bisa membantu para perusahaan pembuat koran ini. Kelima, orang-orang diluar sana tidak akan mengetahui hal apa saja yang sedang atau sudah terjadi pada dunia inisetiap harinya. Dengan menjual koran ini, kita menyelamatkan banyak orang, Cit!!” Darma berbicara panjang kali lebar. 
      “ benar juga perkataanmu, Dar! Aku setuju” aku menyetujuinya dengan singkat. 
      “ sip deh. Ayo kita ke kota”.

            Aku bersama Darma, biasanya menuju kota pukul 06.30 WIB. Aku menuju kota dengan berjalan kaki. Ya, berjalan kaki lebih asik daripada menaikki kendaraan umum. Berjalan kaki bisa menyehatkan badan, bisa melontarkan canda dan tawa dengan teman-teman seangkatan kita yang berprofesi menjadi penjual koran. Benar kata Darma, hari-hariku lebih berwarna-warni dari anak-anak yang harus bersekolah dan menuruti les-lesnya setiap hari tanpa ada kemauan. Hidupku lebih asik dengan berjalan dibawah matahari bersama teman-teman daripada menaikki mobil mewah yang hanya ditemani oleh sopir. Hidupku lebih santai dengan menjadi anak jalanan yang berpetualang ke sudut-sudut kota sambil mempelajari keadaannya. Hidupku bagaikan sekolah alam yang terbilang gratis, apalagi, sejak adanya Darma, si cerdas yang mau mengajari segala hal padaku. Aku baru menyadari hari-hariku lebih dari segala sudut dibanding anak-anak disana, walaupun, di sebagian hatiku terselimut oleh kabut iri.

            Darma sangat mencintai Indonesia. Dia menghapal susunan kabinet Republik Indonesia melalui RPUL yang dibelinya secara eceran. Darma hapal tentang semua yang mengenai Monas. Darma menyenangi corak batik. Darma selalu ingin berkeliling Indonesia untuk mengetahui semua yang berdiam di Indonesia. Andai aku bisa membuat lekukan ajaib itu menjadi melengkung lebih lebar, aku pasti akan mengajak ia berkeliling ke seluruh penjuru Indonesia. 
            “Dar, memangnya kamu tidak kecewa dengan nilai negatif Indonesia?” tanyaku spontan. 
            “Ya, pasti kecewa, Cit”. 
           “Tapi kenapa kamu bangga dengan Indonesia, Dar?” 
           “Aku bangga dari sisi positifnya, Citra” 
          “Sisi positif apa? Para wakil yang ada di gedung DPR sana masih bersenang-senang ‘toh , Dar!”  
          “Wah, baca koran apa hari ini, Cit? Kok kamu tahu?” senyum jailnya mulai tampak. 
         “Hehehehe baca sekilas saja tadi” senyumku melebar. 
         “Baca sampai habis dong, Cit! Hem.. sebenarnya aku kecewa dengan para wakil. Entah setan apa yang merasuki mereka, sehingga mereka bersenang-senang dengan cara seperti itu. Tetapi, lupakan saja mereka, Cit. Biar sang takdir yang mengurus mereka. Mereka hanya sisi negatif yang menonjol dari Indonesia. Tapi, sisi positif Indonesia tak kalah menonjol, ya, kan?” 
          “Iya juga ya, Dar. Dengar-dengar, kamu ingin mengelilingi Indonesia ya?” 
         “Hahahaha, iya, Cit. Tau dari mana?” “Hahaha, tau dong! Oiya, nanti, jika aku punya kesempatan, aku akan mengajakmu keliling Indonesia. Bahkan, jika aku sukses nanti, aku akan mengajakmu ke Paris, Dar!” nadaku antusias. 
        “Terima kasih, Cit! Kamu memang baik. Jika aku sukses nanti, aku akan mengajakmu mengelilingi belahan-belahan dunia yang kamu impikan, ya!” Darma tak kalah antusias. 
        “Hahaha, iya, terima kasih juga, ya, Dar” senyumku kian melebar. 

       Di sini, berdua, menatap jingganya langit, kami berdua telah mengutuskan angan kami, angan yang tidak hanya menjadi angan, tetapi akan menjadi nyata di kemudian hari. Semoga.

****

             Hari itu, hari ke 109 pada tahun ini  aku membuka lembaran koran. Di lembar kedua pada koran itu tampak sebuah iklan besar yang menyatakan perlombaan cerpen bertemakan sahabat yang berhadiahkan jalan-jalan mengelilingi Indonesia. Yap, ini kesempatan bagus untuk aku dan Darma. ‘untung, aku mempunyai sedikit bekal untuk menulis’ batinku. Perlombaan ini berakhir pada tanggal 3 Mei. Waktu yang cukup bagiku.

            Aku mulai menulis cerpen di secarik kertas saat senja datang. Inspirasiku mengalir begitu saja memberikan alur yang hebat. Menceritakan tentang pengalamanku dengan seorang sahabat atau saudara angkatku, Darma. Menceritakan tentangg petualangan hebat yang sudah kami lalui bersama. Menyelipkan kutipan-kutipan indah yang Darma katakan kepadaku. ‘Ini pasti hebat!!’ aku membatin. Proyek menulisku ini harus terahasiakan daari Darma agar jika aku menang, Darma akan terkejut.

            Malam sudah larut. Keadaan sunyi, tetapi aku masih berkutik dengan kertas-kertas ini. Sesuai peraturan, cerpenku ini sudah mencapai lembar ke lima. Ya, hampir selesai. Tetapi, syarat yang tertera di iklan itu, cerpen harus diketik. Aku belum mengumpulkan uang untuk menyewa satu komputer di tempat penyewaan komputer. Belum lagi, uang untuk mencetaknya. Aku harus bekerja lebih giat agar aku menerima uang tambahan.

            Jarum jam sudah menunjukkan angka 5. Adzan shubuh berkumandang. Aku bangun lalu mencuci muka dan mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat. Hari ini aku bersemangat sekali untuk berkeliling menjajakan koran. Aku ingin segera mengetik hasil karyaku dan mencetaknya lalu menjadi pemenang dan mengelilingi Indonesia bersama sahabat pribadiku.

            Menghampiri kaca mobil satu persatu dan berharap agar koran ini laku banyak. Ku lihat Darma, ia tak kalah semangatnya sama sepertiku. Ya, aku tahu memang ia setiap hari bersemangat. Hari ini memang menjadi hoki ku. Koranku hanya tersisa 2 di saat jam menunjukkan pukul 15.00. Si Bos pasti akan senang dan mungkin aku akan diberi dana tambahan.

            Aku menemui Si Bos untuk menyerahkan hasilku. Saat menyerahkannya, Bos tersenyum lebar lalu menatapku, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang, lalu ia memberi uang itu kepadaku. Aku bahagia, ternyata lelahnya kerja keras bisa diobati dengan upahnya. Menurutku, hal ini akan berlangsung selama 3 hari, semoga saja.

            Singkat cerita, aku tidak bisa mencapai targetku dalam 3 hari. Ini adalah hari keempat aku mengumpulkan uang. Semoga saja hari ini adalah hari terakhir aku mengumpulkan uang. 

            Dan, Hari ini mempunyai akhir yang bagus. uangku sudah terkumpul banyak untunk menyewa satu komputer di warnet. dengan bergegas, aku langsung melesat menuju warnet terdekat. aku segera menyelesaikan apa yang harus aku lakukan.

****

            cerita itu sudah aku kirim melewati pos. dan sekarang, aku masih terus melangkahkan kakiku menuju rumah mungilku. di sana, di kolong jembatan aku berlindung. tak ada tempat lagi yang 'layak' aku tempati mungkin.

             "Darma!!!!" aku berteriak memanggil Darma.
             "ibu, Darma kemana?" tanyaku.
             " itu, ada di belakang"

              aku bergegas menuju tempat yang ibu maksud. 'Deg' seketika jantungku berhenti. Darma sedang mengobrol dengan 1 orang wanita dan 1 orang pria. aku takut hal yang aku bayangkan selama bertahun-tahun menjadi kenyataan.

             "Dar!" sapaku berusaha tenang.
             "hai, Cit! lihat! ini kedua orang tua kandungku! tes DNA sudah kami jalani, Cit!" mimik Darma riang.

             aku membisu mendengar kalimat itu terlontar. kakiku terasa lemas mendengar kalimatnya. 
             'tuhan, jangan bawa Darma pergi.' aku membatin.
            
             'Cit, kamu tidak apa, kan?" 
             "Dar, jangan bilang kamu mau pergi.." tetesan air mataku mulai mengalir.
             "Cit, aku....." Darma tidak meneruskan kalimatnya.

             kami berdua membisu. aku hanya bisa menahan isak tangisku di depan darma dan kedua orang tua 'baru'nya. suasana hening untuk beberapa saat dan aku memutuskan utuk memulai.

             "Dar,kamu itu adalah kakak buat aku"
             "aku tau." jawab Darma singkat
             "jadi...?"
             "aku akan pergi." balas Darma.

              isak tangisku tak terbendung lagi. kini, lengan ibu sudah melingkar di badanku, ternyata ibu juga sama, ia sulit melepaskan Darma. selama aku dipeluk, aku tahu ibu menyuruh mereka pergi meninggalkanku, tetapi aku tidak mau hari yang aku kira baik ini akan menjadi hari paling buruk di hidupku. aku berlari mengejar mereka sampai mobil dan menarik lengan Darma dengan sigap.

             "Dar, kamu main-main ya ke sini. jangan lupakan aku" pesan terakhirku untuk Darma.
             "Cit, aku pasti tidak akan melupakan hidupku di kolong jembatan ini. aku pasti akan mengajakmu main di rumahku nanti" lekukan khas itu muncul lagi di wajahnya. mungkin itu adalah lekukan terakhir yang akan aku lihat di hari ini, besok, dan seterusnya.

             "Selamat tinggal, Dar" 


****

         "Dar! foto berdua denganku di menara eiffel ini!!" teriakku.
         "ayo! siapa takut!"

         hari ini aku sudah berhadapan dengan menara eiffel. tentunya dengan orang yang aku sayang, Darma. kejadian 20 tahun itu menjadikan aku sukses. saat aku mengirimkan ceritaku melewati pos, ternyata aku menjadi pememnang dan mendapatkan jalan-jalan gratis dan, aku banyak dilirik untuk menjadi penulis. ya, profesiku sekarang adalah penulis. aku ingin menyalurkan inspirasiku lewat tulisan. buku-bukuku pun sudah menjadi 'Best Seller'. aku berterima kasih kepada Tuhan dan semua yang telah mendukuungku, termasuk, Darma.

         Darma pun tak kalah hebat. ia sudah menjadi dosen di Universitas terkenal di Indonesia. 

         kami tidak akan terpisahkan sampai kapan pun. semoga.




                                                                                                                              THE END


nah, ini cerpen gue yang waktu itu mau gue ikut sertakan di lomba tingkat Nasional. dan, sayangnya, kehabisan waktu. jadi, gue pindahin aja kesini. tanda bacanya mungkin belom pas, karena gue seorang amatiran.
thanks.
             


ini bukan blog gue yang pertama. ini yang kedua.
yang pertama itu  astariae.blogspot.com

kalo mau liat yang itu juga silahkan aja. blog yang ini cuman iseng-iseng menurut gue hehe.

oiya, yang belom tau, salam kenal aja.
twitter: @astariae
tumblr: itsmyred.tumblr.com

nah, oke deh. salam kenal :p

 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff